Jumat, 10 April 2009

pilihanX pacarQ

Kasar, brutal dan cabul. Tapi kini ditayangkan sebuah stasiun TV nasional sampe empat kali sehari.

Tokoh sentral dari tontonan kartun ini bernama Bob, sosok berupa busa atau bentuk persegi, dan berwarna kuning. Bersama kawan-kawannya, semisal Patrick dan Garry, Bob melakukan hal-hal konyol, lucu dan kadang di luar dugaan. Film kartun keluaran Nickelodeon Channel ini, beberapa saat setelah pemutarannya, memang cukup menyita perhatian. Banyak pemirsa, bukan cuma di negara asalnya AS, tapi juga negara-negara lain dimana film ini disiarkan, kepincut sama para tokoh dan cerita dalam film kartun ini. Bersaing sama film animasi lainnya, seperti Micky Mouse yang keluaran Walt Disney, SpongeBob SquarePants masuk sepuluh besar kartun terkaya dan nangkring di posisi tujuh versi majalah Forbes. Di Indonesia sendiri, peminatnya bukan cuma anak-anak, tapi juga or-ang dewasa. Dewi Rezer, artis yang juga mantan VJ MTV itu, di satu acara infotainment ngaku sebagai pecandu berat SpongeBob. Dan kenyataanya, nih, beberapa orang kantoran buka kartu ke Rajawali kalau kartun yang disiarin di Lativi setiap hari dengan empat kali penayangan itu adalah tontonan favorit mereka.

Tapi, ada enggak, sih, sesuatu yang lain di balik kelucuan dan tampang imut tokoh-tokoh kartun ini? Ternyata, di samping banyak orang suka, SpongeBob juga banyak dapat kritikan. Tontonan ini dinilai bisa nularin sesuatu yang buruk lantaran tokoh-tokohnya enggak jarang ngeluarin kata-kata makian dan kadang berkelakuan 'brutal'. Misalnya dalam satu episode, Bob dan sahabatnya, Patrick, baku hantam pakai balok kayu. Dan yang astaga, belakangan baru ketahuan kalau kartun SpongeBob banyak berisikan lambang-lambang cabul

Keluhan Buat Sponge Bob dkk

Pdt. Deacon Fred dari Gereja Landover secara enggak sengaja nemuin sesuatu yang menjijikkan dalam SpongeBob, saat dia nemenin cucunya nonton film kartun tersebut. Waktu dia sadar apa itu, secara spontan Deacon merebut remote control dari tangan cucunya untuk mengganti channel Deacon lalu mempresentasikan temuannya tersebut di depan jemaatnya.

Menurutnya, film tersebut banyak menyampaikan pesan-pesan seks dan cabul secara terselubung. Contoh yang paling jelas adalah Sponge Bob sendiri, yang kalau posisi tubuhnya di balik, hidung dan matanya, akan terlihat seperti (ups! sorry...) penis dengan dua testikalnya (kalo kamu perhatiin baik-baik, ini ada benarnya, lho). Begitu juga dengan makhluk berwarna merah lembayung yang juga berbentuk penis, Patrick, yang kalau ketemu sama satu dari teman-temannya selalu mengeluarkan suara mengerang-ngerang yang datar dan tertawa genit enggak terkendali. Dia seperti sedang memasturbasikan dirinya ke teman-temannya.



Deacon lalu meminta tim khusus yang dipimpin oleh Dr. Jonathan Edward untuk melakukan penyelidikan terhadap kartun ini. Hasil temuan dari penyelidikan tersebut, it's totaly make them shock! Bahkan terlalu mengejutkan buat diungkapin dengan kata-kata. Dr. Edward mengatakan, hampir semua tokoh dan bagian dari film kartun tersebut, seperti pohon, rumah, etc, berbentuk seperti organ-organ seks. "Mereka bergelantungan di mana-mana dan berbicara omong kosong," kata Edward. Bahkan, muncul beberapa asumsi yang bilang kalau film kartun SpongeBob mempromosikan kehidupan gay pada masyarakat, khususnya pada anak-anak (sekedar informasi, tuduhan mempromosikan homoseksual ini juga pernah menimpa kartun Teletubbies).

Btw, bukan cuma di negerinya sendiri, SpongeBob di lndonesia juga enggak lepas dari keluhan. Walaupun enggak seheboh yang dikemukakan sama Pdt. Deacon dan Dr.Edward, kritikan yang umumnya terlontar dari para ortu ini cukup penting, lho.

Kritikannya antara lain menyangkut jam tayang yang berlebihan buat kartun SpongeBob dan beberapa terjemahan bahasanya yang kasar seperti “kiss my butt” (cium bokong saya). Kritikan dari masyarakat ini terungkap saat Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah Jabar, Dadang Rahmat, dan Ketua Bidang P3 SPS Dr. Atie Rachmiati, MSi meyampaikan temuannya pada koran Pikiran Rakyat di Bandung beberapa waktu lalu. Kata mereka, keluhan-keluhan tersebut disampaikan masyarakat dalam bentuk keluhan langsung melalui sambungan telpon atau surat tertulis atas nama individu dan kelompok. Umumnya keluhan datang dari kaum ibu yang ngerasain langsung efek dari tayangan tersebut pada anak-anak mereka.

Tanpa bermaksud bikin heboh dan nakut-nakutin, ada baiknya, deh, saat kamu nonton film kartun ini kamu mencermatinya lagi. Sekalipun belum ke-luar komentar resmi dari pihak terkait yang mengatakan SpongeBob SquarePant memang tayangan yang merusak dan perlu diwaspadai, keluhan-keluhan yang ditujukan buat Bob dkknya itu perlu banget buat kamu jadiin pertimbangan. Yang artinya, kamu juga harus berpikir dua, tiga atau bahkan empat kali buat 'menyantap' tontonan kartun ini sebagai tontonan favorit kamu. Begitu juga, kalau kamu punya adik kecil yang mungkin usianya masih balita. Kamu perlu mengingatkan dan mendampingi saat mereka nonton ini acara.

Tahu, kan, dalam ilmu komunikasi yang bilang kalau stimuli yang kita terima dari luar bisa mempengaruhi diri kita. Artinya, apa yang kita lihat atau dengar, apalagi kalau itu terjadi dalam intensitas yang enggak sedikit, akan terekam dalam memori kita, yang enggak mustahil, lambat laun bakal mempengaruhi cara berpikir atau tingkah laku kita kelak. Entah itu sesuatu yang baik atau buruk. Nah, kalau benar apa yang dituduhkan Dr. Edward, Pdt. Deacon, dan para orangtua itu, dengan nonton si Mr. SpongeBob dkknya ini, berarti kamu sudah ngebiarin sesuatu yang buruk masuk ke dalam pikiran kamu. Aware, deh!

Rooney!!!!

Beckham: Jangan Rubah Sifat Rooney

Jumat, 27 Mar 2009 11:07. Berita oleh teguh.

Sifat emosional dan temperamental lekat dengan sosok Wayne Rooney. Namun alih-alih disuruh mengubah, David Beckham malah menganjurkan agar Rooney tetap pada sifatnya yang cenderung buas.

Sifat emosional Wayne Rooney kembali mendapat sorotan. Penyebabnya adalah kartu merah yang diterimanya saat Manchester United dikalahkan Fulham 0-2, akhir pekan lalu. Kartu merah itu diberikan karena Rooney dianggap melempar bola ke arah wasit.

Bukan kali ini saja Rooney mendapat sorotan soal tingkah lakunya. Pada Piala dunia 2206 lalu, Rooney sempat bersitegang dengan rekan setimnya di MU, Cristiano Ronaldo. Saat memperkuat Inggris menghadapi Portugal, Rooney mendorong Ronaldo yang dianggapnya memprovokasi wasit agar memberikan kartu merah padanya.

Di Premiership sendiri, kartu kuning dan merah sudah akrab dengan Rooney. Permainannya yang keras diatas lapangan, sering memprotes wasit dan tingkahnya yang kadang keras, membuatnya sering dihujani hukuman kartu.

Soal sifat Rooney yang emosional ternyata mendapat dukungan dari David Beckham. Beckham bahkan akan mengaku aneh bila nantinya Rooney berubah menjadi pemain yang lebih lembut.

“Dengan adanya Rooney, anda bukan hanya akan melihat pemain berbakat, namun juga pemain yang bisa menghidupkan permainan,” kata Beckham.

“Jika anda mengambil sifatnya itu, maka anda akan melihat pemain yang berbeda. Dia akan menjadi “binatang” yang berbeda. Anda tak akan merubah sifat itu darinya,” lanjutnya.

“Kadang hal seperti itu mengalir begitu saja, Dia pernah beberapa kali melakukannya pada saya. Itu terjadi dan dia tahu itu tidak benar, saya juga tahu itu tidak benar. Namun itu terjadi,”

“Anda tidak bisa mengambil sifat itu darinya,” tegasnya.

“Saya tak punya masalah dengan sifatnya. Mengambilnya dari seorang pemain akan berbahaya dan saya tidak pernah berpikir merubah sifat itu dari Wayne,”

“Dia memiliki cukup banyak orang disekitarnya. Tak ada pelatih lain yang lebih kuat dari Sir Alex Ferguson dan juga Fabio Capello. Dia memiliki dua pelatih yang bisa mengeluarkan kemampuan terbaiknya dan mereka telah melakukannya,”

Rooney dan Beckham saat ini sedang bergabung dengan timnas Inggris untuk menghadapi kualifikasi Piala Dunia 2010 melawan Slovakia dan Ukraina.

..FuTsaL..

Kita, orang Indonesia, bukanlah bangsa yang dikenal luas karena taat aturan. Malah sebaliknya! Kita ini dituding, dan memang ada benarnya juga, sebagai bangsa yang tidak taat aturan. Kalau tidak mau dibilang tidak punya aturan. Bukan hanya aturan-aturan sepele yang tidak terkait langsung dengan kehidupan kita. Bahkan aturan-aturan yang sesungguhnya dibuat untuk keselamatan diri sendiri dan orang lain pun kita cuekin!

Tahu kan, ungkapan yang selalu diucapkan salah satu tokoh dalam acara parodi politik di tivi: “Gitu aja kok repot!”. Sejujurnya, saya tidak suka dengan ucapan itu. Bukan tidak suka dengan orang yang mengucapkan, lho! Ungkapan itu, menurut pendapat pribadi saya, adalah intisari dari pandangan hidup kita semua yang benar-benar menempatkan aturan di tempat sampah. Bagaimana mungkin orang-orang bisa tertawa terbahak-bahak menanggapi ide seperti itu?

Maka dari itu, saya berencana menulis sebuah serial mengenai peraturan baku dalam futsal. Semuanya saya ambil dari sumber yang sangat pantas untuk kita jadikan acuan bersama: FIFA. Semoga dengan mengenal aturan baku, memahaminya, kemudian menerapkannya dalam aktivitas futsal, akan membawa dampak positif dalam diri kita masing-masing. Siapa tahu, dengan mendisiplinkan diri dari hal kecil semacam futsal, kita kemudian bisa mulai mendisiplinkan diri dalam hal-hala yang lebih besar? Kalaupun Anda tidak sependapat dengan saya, setidaknya saya masih bisa bilang: “Pelajari dan terapkan saja aturan-aturan futsal ini, biar Anda gak tengsin-tengsin amat kalau main dalam turnamen resmi, hahaha…!!!”

Dalam edisi pertama ini, mari bicara soal lapangan dan bola. Tanpa kedua hal ini, kita semua tidak bisa bermain futsal kan?

Untuk alasan keselamatan, hindarilah penggunaan lapangan yang terbuat dari bahan semen. Sebaiknya gunakan lapangan yang terbuat dari rubber, wood, ataupun rumput sintetis. Bagaimanapun, penggunaan lapangan berumput sintetis oleh FIFA hanya diperbolehkan untuk turnamen tingkat lokal, tidak untuk tingkat internasional. Panjangnya lapangan yang ideal adalah 25-42 meter. Lebar ideal adalah 15-25 meter. Tentu saja lapangan ini harus berbentuk persegi panjang. Bukan bujur sangkar!

Di Jakarta, sejauh yang saya amati, bahan dan ukuran lapangan sangat beragam. Silahkan Anda pilih sendiri mana yang paling nyaman dan aman bagi Anda dan rekan-rekan futsal Anda. Informasi dari beberapa lapangan yang tersebar di Jakarta dapat dilihat di Fighting Ground.

Lapangan futsal dibagi menjadi beberapa zona oleh garis-garis putih (selebar 8 cm), dan juga oleh beberapa titik putih. Setiap zona punya aturan dan konsekuensi tersendiri. Saya berusaha memberi penjelasan sebaik mungkin terkait hal ini. Jadi, kalau Anda memiliki informasi yang lebih akurat, mohon jangan sungkan-sungkan untuk menulis komentar disini.

Garis panjang lapangan biasa disebut side line ataupun touch line. Jika bola melewati garis ini, maka permainan dihentikan dan selanjutnya dimulai lagi dengan kick-in. Dalam melakukan kick-in, bola harus benar-benar berada diatas garis, dan kedua kaki penendang (no offense untuk futsalor yang tidak memiliki dua kaki) tidak boleh menginjak garis ataupun berada dalam lapangan.

Garis lebar lapangan biasa disebut goal line, karena memang goal/gawang diletakan di garis ini. Jika bola melewati garis ini, maka permainan dihentikan dan selanjutnya dimulai lagi dengan corner kick ataupun goal clearence (bola dilempar oleh penjaga gawang, bukan ditendang). Ukuran dari gawang itu sendiri adalah: lebar 3 m, tinggi 2 m, dengan kedalaman jaring atas 0,8 m, dan kedalaman jaring bawah 1 m.

Lapangan ini dibagi dua sama besar dengan sebuah garis yang disebut halfway line. Di tengahnya terdapat titik putih, dikelilingi garis putih melingkar dengan radius 3 m (disebut center circle). Kick-off dimulai dari titik ini.

Dalam futsal, halfway line lebih banyak fungsinya dibanding dalam sepak bola, selain hanya sebagai pembagi wilayah kedua tim yang bertanding. Tim yang menguasai bola (bola berasal dari penjaga gawang mereka sendiri), tidak diperkenankan mengembalikan bola ke penjaga gawang sebelum bola tersebut melewati halfway line memasuki daerah pertahanan lawan atau sebelum bola tersebut tersentuh/dikuasai oleh pemain lawan. Jika dilakukan, ini akan diganjar dengan indirect free kick alias tendangan bebas tidak langsung. Penjaga gawang juga tidak diperkenankan menguasai bola selama lebih dari 4 detik di wilayahnya sendiri. Hukuman untuk pelanggaran seperti ini juga berupa indirect free kick.

Di keempat sudut lapangan terdapat garis lengkung putih yang ditarik 25 cm dari sudut lapangan ke bagian dalam lapangan. Zona yang dihasilkan oleh garis ini disebut corner arc yang tentu saja digunakan untuk meletakkan bola dalam situasi corner kick.

Penalty area ditandai dengan garis lengkung putih dengan radius 6 m dari masing-masing tiang gawang. Dalam zona ini penjaga gawang diperkenankan menyentuh bola menggunakan tangannya. Dalam zona ini pula setiap pelanggaran yang konsekuensinya adalah direct free kick (bukan indirect free kick) akan diganjar dengan tendangan penalti. Penjaga gawang punya hak khusus untuk melakukan sliding tackle tanpa terkena hukuman di wilayah ini. Sejauh wasit menganggap tindakan itu murni untuk mengamankan bola dan jauh dari nuansa kekerasan apalagi niat mencederai lawan.

Tepat 6 meter dari goal line (dari tengah gawang), melekat diatas garis pembatas penalty area, terdapat titik putih yang disebut first penalty mark. Titik ini digunakan dalam situasi tendangan penalti. Empat meter lebih jauh (10 meter dari goal line), segaris dengan first penalty mark, terdapat titik putih lain yang disebut second penalty mark. Penalty area, first dan second penalty mark, terdapat di kedua bagian lapangan yang dibagi oleh halfway line.

Jika dalam satu babak sebuah tim melakukan pelanggaran dengan konsekuensi direct free kick sebanyak 5 kali, maka pelanggaran keenam dan selanjutnya dalam babak itu (yang juga berkonsekuensi direct free kick, bukan inderect free kick) akan dihukum dengan direct free kick dari second penalty mark. Dalam situasi ini, tim yang dihukum tidak diperkenankan membentuk tembok penghalang. Situasinya sama persis dengan tendangan penalti biasa. Hanya saja jaraknya ke gawang lebih jauh.

Dalam situasi free kick, corner kick, maupun kick-in, tim yang bertahan tidak diperkenankan berada kurang dari 5 meter dari posisi bola yang dikuasai lawan.

Lalu bagaimana dengan bola yang digunakan?

Bola yang digunakan, menurut FIFA, seharusnya berdimensi: berbentuk bulat (ya iya lah!), keliling 62-64 cm, berat 400-440 gram, dan tekanan 0,4-0,6 atmosfir di permukaan laut. Khusus untuk tekanan, jangan bingung-bingung! FIFA memberi cara pengukuran yang lebih sederhana dan masuk akal: memantulkan bola ke lapangan (rubber atau wood). Dari ketinggian 2 m, pantulan pertama dari bola yang memenuhi syarat tidak boleh kurang dari 50 cm, namun tidak boleh lebih dari 65 cm.

Nah, urusan lapangan dan bola sudah kelar kan? Silahkan melanjutkan permaianan futsal Anda dengan gembira!